Selasa, 08 Maret 2011

Pada Sebuah Kapal (NH Dini)

SINOPSIS CERITA NOVEL “PADA SEBUAH KAPAL”

Ketika usia Sri baru mennginjak tiga belas tehun, ayahnya meninggal dunia. Ia sangat mengagumi ayahnya sehingga ia merasa sangat kehilangan. Sejak kematian ayahnya, ia membantu ibunya untuk berjualan kue dan membatik.

Setamat SMA, Sri yang mempunyai hobi dan bakat menari ini bekerja di RRI Semarang, kota kelahirannya. Selama bekerja disana, kegiatan menarinya menjadi berkurang. Hanya tiga tahun ia bekerja di RRI Semarang. Kemudian ia melamar sebagai pramugari. Setelah lulus dari tes-tes yang diadakan di Semarang ia dipanggil ke Jakarta untuk mengikuti tes selanjutnya. Namun, ia tidka lulus karena paru-parunya dinyatakan tidak sehat. Ia merasa kecewa.

Beberapa bulan kemudian, Sri mendapat panggilan dari temannya yang pernah mengurus tesnya. Ia ditawarkan untuk menjadi wartawan majalah di temannya tersebut, namun tawaran itu ditolaknya karena ia lebih tertarik bekerja di RRI Jakarta. Sambil bekerja, ia juga menyempatkan diri untuk menari. Ia sering menerima tawaran menari dalam pesta perkawinan. Bahkan, ia juga pernah diundang ke Istana Negara untuk menari di hadapan tamu Negara. Tujuh bulan setelah ia berada di Jakarta, ibunya meninggal dunia di Semarang. Ia pun pergi ke Semarang untuk mengurus pemakaman ibunya. Setelah selesai, ia kembali ke Jakarta.

Karena supel dan cantik, Sri banyak dikagumi oleh pemuda-pemuda Jakarta. Namun, di antara sekian banyak pemuda yang menyatakan cintanya, ia hanya menerima Saputro, seorang penerbang. Hubungan keduanya telah melangkah lebih jauh, tidak bedanya seperti suami istri sehingga keduanya sepakat untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Namun rencana mereka tidak dapat menjadi kenyataan, karena Saputro mengalami kecelakaan pesawat terbang.

Untuk menghilangkan kesedihannya, Sri pergi ke Yogyakarta. Di kota itu ia berkenalan dengan beberapa orang pemuda yang kemudian menaruh hati kepadanya. Di antara mereka adalah Yus seorang pelukisdan, dan Carl seorang warga Negara asing yang bertugas membantu mahasiswa-mahasiswa yang berada di Negara berkembang. Namun keduanya ditolak oleh Sri secara halus.

Pemuda berikutnya yang berhasil menggaet hati Sri adalah Charles Vincent, seorang diplomat kebangsaan Perancis. Sri tertarik kepadanya karena menurutnya Charles memiliki kepribadian yang baik dan ia pun sangat lembut. Walaupun tidak disetujui oleh keluarganya, Sri memutuskan untuk menikah dengan lelaki itu. Setelah menikah Sri baru mengetahui bahwa Charles adalah lelaki yang egois, keras kepala, kasar, dan tidak mau kalah dengan ketenarannya sebgai penari. Pernikahan mereka sangat tidak bahagia, karena keduanya sering bertengkar. Bahkan pertengkaran itu terus berlangsung hingga kelahiran anak pertama mereka. Semula Sri beranggapan bahwa dengan kelahiran anak pertama, kehidupan rumah tangganya akan bahagia. Namun harapannya ternyata sia-sia. Kehidupan rumah tangga mereka tetap diselimuti oleh pertengkaran.

Perseteruan antara suami istri itu semakin terlihat ketika keduanya ke Perancis. Pada saat itu Charles mendapatkan cuti. Lelaki itu menggunakan pesawat terbang, sedangkan Sri menggunakan kapal laut. Di sinilah terjadinya penyelewengan Sri terhadap suaminya.

Di dalam kapal laut Sri manjalin hubungan dengan seorang pelaut bernama Michel Dubanton, seorang lelaki berkebangsaan Perancis. Hubungan keduanya terjadi ketika mereka menceritakan ketidakbahagiaan kehidupan perkawinan mereka. Sri menceritakan bahwa ia merasa terkekang selama menikah dengan Charles. Suaminya itu sangat kasar dan egois. Demikian pula halnya dengan Michel. Ia menceritakan bahwa istrinya Nicole sangat pencemburu sehingga ia tidak boleh bergaul dengan wanita manapun. Ia juga menceritakan bahwa sebelum menjadi pelaut, ia adalah seorang tentara, yang pernah membela negaranya melawan agresi Jerman.

Karena seringnya bertemu, bertukar cerita dan pembawaan Michel yang lembut dan romantic, Sri jatuh hati kepadanya, Demikian pula sebaliknya. Itulah sebabnya selama di kapal, hubungan keduanya semakin akrab, bahkan keduanya sering melakukan perbuatan terlarang tanpa dihantui oleh perasaan berdosa sedikitpun. Keduanya tidak pernah merasa berdosa pada Tuhan. Mereka tidak peduli dengan masalah dosa, yang penting mereka merasa bahagia.

Sesampainya di Perancis Sri mulai membanding-bandingkan perilaku suaminya dengan Michel. Ia mulai menemukan perbedaan yang mencolok antara keduanya. Michel adalah lelaki yang penuh pengertian, gagah dan baik hati. Sedangkan Charles adalah lelaki yang sangat kasar dan egois. Ia semakin menyadari keburukan tabiat Charles ketika adiknya Charles juga menceritakan tentang kekasaran dan keegoisan lelaki itu. Akibatnya, Sri semakin mencintai Michel dan ia tetap menjalani hubungan dengannya.

Setelah masa cuti Charles berakhir, Sri dan suaminya berangkat ke Jepang karena Charles ditugaskan ke Negara tersebut. Selama di Jepang kehidupan rumah tangga mereka tetap diselimuti pertengkaran dan ketegangan. Itulah sebabnya Sri mangajukan cerai kepada suaminya, namun permintaan itu tidak ditanggapi oleh Charles. Hal itu semikin menyiksa Sri. Untung saja Michel tetap hadir dalam kehidupannya sekalipun wanita itu berada di Jepang, sehingga ia merasa sedikit terhibur. Setelah selesai menjalankan tugasnya di Jepang, Charles berangkat lagi ke Perancis.

Kepindahan Sri ke Perancis diketahui oleh Michel melalui seorang temannya. Michel yang ketika itu memutuskan untuk bekerja di Yokohama kemudian membatalkan niatnya. Dia mengajukan kepada pimpinannya agar ia tetap bekerja sebagai pelaut dan ia minta ditempatkan di daerah pelayaran di Perancis. Hal itu ia lakukan karena ia tidak ingin jauh dari Sri, wanita yang sangat dicintainya.

KAJIAN STILISTIKA TERHADAP KARYA N.H. DINI

PADA SEBUAH KAPAL

Pembahasan

Kajian stilistika novel Pada Sebuah Kapal ini dititikberatkan pada pemilihan diksi, yang meliputi penggunaan leksikal bahasa selain bahasa Indonesia maupun bahasa daerah, penggunaan gaya kalimat, penggunaan majas, dan cara penulisan novel yang terlihat secara lahiriyah.

1. Diksi

Pengertian diksi atau pilihan kata jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Dalam novel Pada Sebuah Kapal diksi dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi.

Dalam karya sastra, pengarang sengaja menggunakan diksi lebih untuk menunjukkan keindahan karya sastra itu sendiri. Dalam novel Pada Sebuah Kapal ini juga digunakan beberapa istilah asing, terutama bahasa Perancis.

1.1 Pemilihan Leksikal Bahasa Asing

Novel Pada Sebuah Kapal menggunakan beberapa kata dari bahasa asing. Hal ini dilakukan oleh pengarang untuk menguatkan latar belakang tokoh. Pada bagian dua menceritakan kisah hidup Michael yang merupakan orang Perancis. Untuk menguatkan latar belakang tokoh tersebut maka pengarang menggunakan beberapa kata dari bahasa Perancis.

Sacre Charbonnel” kataku dalam hati. (halaman 260)

Alors” (halaman 261)

Sacre Vicllard” (halaman 314)

1.2 Penggunaan istilah

Peristilahan yang digunakan pengarang pada novel ini sangat beraneka ragam. Berikut kutipannya:

“Bangsal” (halaman 15)

“dengan sederhana dia kuajak naik ke kabinku untuk mengambil buku lain.” (halaman 325)

Penggunaan istilah kabin ini, bukan kamar atau ruang, untuk memperjelas latar tempat yaitu pada sebuah kapal.

“Dia benar-benar adalah potret ayahku.” (halaman 13)

“Apakah Anda bermaksud akan terus bekerja di lapangan yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan tari?” (halaman 57)

2. Gaya Kalimat

Gaya kalimat ini adalah gaya yang digunakan pengarang untuk mnembentuk suatu kalimat sehingga membentuk makna tersendiri. Gaya kalimat ini meliputi penggunaan struktur kalimat dan penciptaan citraan tertentu.

2.1 Struktur kalimat

Kalimat-kalimat dalam novel ini tidak jauh berbeda dengan novel-novel lain. Terkadang menggunakan kalimat pasif untuk menekankan subjek kalimat tersebut.

Kuih-kuih manis di atas meja tidak disentuhnya. (halaman 254)

Pengarang tidak menggunakan kalimat: Ia tidak menyentuh kuih-kuih manis di atas meja. Karena pengarang ingin menekankan kuih-kuih yang telah disebutkan di kalimat sebelumnya.

2.2 Citraan dalam kalimat

Pengarang memanfaatkan citraan dalam membentuk kalimat-kalimatnya. Citraan merupakan gambaran yang timbul dalam khayalan atau angan-angan pembaca karya sastra umum. Gambaran dalam angan-angan seperti itu sengaja diupayakan oleh pengarang agar hal-hal yang semula abstrak menjadi konkret, agar menimbulkan suasana khusus dan mengesankan. Citraan yang ditemukan pada novel ini antara lain.

2.2.1 Citraan Pendengaran

“Tiba-tiba hadirin bertepuk tangan dan seru-seruan yang menggugah kedengaran dari segala penjuru.” (halaman 229)

Melalui citraan pendengaran ini, pembaca seolah-olah mendengar tepuk tangan hadirin yang bergitu meriah.

2.2.2 Citraan Penglihatan

Kami berjalan berdampingan. Sebentar-bentar aku mencuri memandang Corinne, tubuhnya, betisnya, semuanya serba sederhana. Tidak ada garis yang lebih baik atau lebih jelek. Sampai-sampai caranya berpakaian pun baju model tahun itu, tidak berlengan dan erat di pinggang, kemudian turun melebar hingga ke lutut satu-satunya yang kuanggap aneh adalah sepatu tingginya.

Dari citraan penglihatan ini seolah-olah kita dapat melihat sosok Corine dengan pakaian berlengan pendek dan erat di pinggang, kemudian turun melebar hingga ke lutut.

3. Majas

Majas adalah bahasa kiasan yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Majas dapat dimanfaatkan oleh para pembaca atau penulis untuk menjelaskan gagasan mereka. Majas menyebabkan karya sastra menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, lebih hidup, dan menimbulkan kejelasan gambaran angan.

3.1 Majas Simile

“Aku berbicara kepada isi kebun itu seperti kepada sahabat-sahabat yang baik.”

Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh ia berbicara kepada isi kebun seperti kepada sahabat-sahabat yang baik.

3.2 Majas Antitesis

“Tapi kadang-kadang dan sering-sering orang yang kita pilih tidak memperhatikan.”

3.3 Majas Personifikasi

“Suara pegunungan bergumam menyatu dengsn gericik air sungai yang kalihatan dari tempat kami seperti seulas lidi.”

“Dia berkeliling ke seluruh Indonesia untuk melihat kemajuan Perguruan Tinggi yang menarik perhatian yayasan bantuan yang diwakilinya.”

Kajian Stilistika Terhadap Karya Emha Ainun Najib Kau Pandang Aku

kau pandang aku batu

kau gempur dengan peluru

padahal aku angin

kau pandang aku badai

kau tahankan baja dan mantra

padahal aku gunung membisu

kau pandang aku raja

kau tinggikan singgasana

padahal aku pemabuk

kau pandang aku ngemis

kau taburkan mutiara

padahal aku bumi

kau pandang aku perampok

kau picis kau picis

padahal aku tak darah daging

kau pandang aku penderma agung

kau jilati

padahal aku papa dan tiada

kau pandang aku boneka

kau sandangkan sutera

padahal aku jiwa

kau pandang aku ruh perutusan

kau ikut masuk hutan

padahal aku gila

kau pandang aku penuh kasih

kau damba kau damba

padahal aku Cuma pinjam

kau pandang aku pisau tajam

kau meronta kau meronta

padahal aku cinta

Dari puisi Emha Ainun Najib di atas yang paling menarik adalah tipografi dari puisi tersebut. Bentuknya yang agak zig-zag memberi batas kesatuan kalimat. Puisi di atas memang tidak diberi tanda baca sehingga kita tidak tahu batas kalimatnya namun dari tipografi yang ditampilkan penyair, kita dapat mengetahui batas kalimatnya.

Selanjutnya pengulangan ‘kau pandang aku’ yang merupakan judul puisi ini, pada setiap kalimat seolah-olah memberi penekanan si ‘kau’ yang memberi penilaian terhadap ‘aku’ padahal ‘aku’ lah yang manilai ‘kau’ memandang ‘aku’ demikian.

Pada kalimat terkahir penyair memberi pengulangan pada “kau meronta kau meronta” serta memberi antiklimaks “padahal aku cinta”.