kau pandang aku batu
kau gempur dengan peluru
padahal aku angin
kau pandang aku badai
kau tahankan baja dan mantra
padahal aku gunung membisu
kau pandang aku raja
kau tinggikan singgasana
padahal aku pemabuk
kau pandang aku ngemis
kau taburkan mutiara
padahal aku bumi
kau pandang aku perampok
kau picis kau picis
padahal aku tak darah daging
kau pandang aku penderma agung
kau jilati
padahal aku papa dan tiada
kau pandang aku boneka
kau sandangkan sutera
padahal aku jiwa
kau pandang aku ruh perutusan
kau ikut masuk hutan
padahal aku gila
kau pandang aku penuh kasih
kau damba kau damba
padahal aku Cuma pinjam
kau pandang aku pisau tajam
kau meronta kau meronta
padahal aku cinta
Dari puisi Emha Ainun Najib di atas yang paling menarik adalah tipografi dari puisi tersebut. Bentuknya yang agak zig-zag memberi batas kesatuan kalimat. Puisi di atas memang tidak diberi tanda baca sehingga kita tidak tahu batas kalimatnya namun dari tipografi yang ditampilkan penyair, kita dapat mengetahui batas kalimatnya.
Selanjutnya pengulangan ‘kau pandang aku’ yang merupakan judul puisi ini, pada setiap kalimat seolah-olah memberi penekanan si ‘kau’ yang memberi penilaian terhadap ‘aku’ padahal ‘aku’ lah yang manilai ‘kau’ memandang ‘aku’ demikian.
Pada kalimat terkahir penyair memberi pengulangan pada “kau meronta kau meronta” serta memberi antiklimaks “padahal aku cinta”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar