Sudah satu tahun Tia duduk di bangku SMA. Hari pertama liburan semester ini dia habiskan untuk membaca kembali perjalanannya selama setahun. Tia mengambil buku hariannya yang tergeletak di atas tempat tidurnya, tepat disebelah kaset Simple Plan, Still Not Getting Any. Tia duduk di atas kursi belajarnya yang menghadap ke jendela kamarnya. Dia mulai membuka lembar pertama.
***
6 Juli
Kata orang, masa SMA adalah masa yang tidak akan pernah terlupakan. Ku sendiri belum tahu, apakah benar begitu karena besok adalah hari pertamaku mengenakan seragam putih-abu-abu, jadi aku akan tahu nanti…
*
7 Juli
Hari pertama masuk sekolah, ku gugup sekali, masalahnya ku mempunyai sifat yang menghambatku untuk bersosialisasi dengan orang lain, pendiam. Ku melangkah menuju kelas yang masih sepi, hanya ada 4 orang. Lalu seseorang menghampiriku.
“kenalkan saya Resti!” katanya sambil menulurkan tangannya, dia tersenyum.
“Aristya, tapi panggil saja Tia!” ku sambut uluran tangannya.
Ku berkenalan dengan Icha, Fitri, dan Nurul. Resti mengajakku duduk sebangku dengannya dan langsung ku setujui. Setelah berkenalan dengan mereka rasa gugupku hilang. Satu persatu ku berkenalan dengan teman-teman yang lain tapi tidak bisa langsung mengingatnya karena tidak mudah menghapal 40 orang dalam 1 hari.
*
12 Juli
Resti memutuskan untuk bergabung dengan ekskul Paskibra, sedang aku masih bimbang. Resti senang sekali bercerita tentang pacarnya yang sedang kuliah tahun akhir, Yoga namanya. Mereka telah 1 tahun pacaran dan orang tua Resti juga sangat dekat dengan Yoga.
“Yoga sangat pengertian, dia selalu bisa menenangkanku saat perasaanku kacau. Apalagi dia sudah dekat sekali dengan mama. Mama sudah menganggapnya sebagai anaknya sendiri” Cerita Resti sambil membayangkan wajah Yoga. Ku yang mendengarnya hanya tersenyum.
Sungguh beruntung Resti telah menemukan seseorang yang benar-benar saying sama dia.aku kapan ya?...
Walau aku sebangku dengan Resti, namun ku lebih dekat dengan Icha, Fitri, dan Nurul. Kami selalu ke kantin bareng, bahkan kami berencana masuk ekskul olahraga basket, yang kebetulan klub basket perempuan baru dibentuk.
*
14 Juli
Bel tanda jam pelajaran pertama selesai berbunyi.
“Aristya, Bagikan buku tugas teman-temanmu!” perintah Pak Ayi.
Kubangun dari tempat duduk, berjalan ke meja guru mengambil buku-buku fisika, sementara itu Pak Ayi keluar kelas untuk mengajar di kelas sebelah. Ku berdiri di depan kelas.
“
“Johan…, Resti…, Arman…!” kataku. Nama yang kusebut terakhir maju yang tanpa kusadari menyita perhatianku. Dia seorang anak laki-laki yang duduk di barisan paling depan dekat pintu bergerak menghampiriku. Dia mengambil bukunya sambil tersenyum, membuatku terpana selama 5 detik. Ku merasa ada Sesutu yang berbeda…
“Icha…, Nurul…, Ferdi…!” ku lanjutkan membagikan buku.
*
10 Agustus
Resti jarang masuk kelas karena jadual latihan Paskibra yang padat, persiapan untuk 17 Agustus. Ka Wisnu sangat bersemangat melatih pasukan Paskibra. Sebagai ketua Paskibra, sudah menjadi tanggung jawabnya melatih, suaranya mengelegar ke seluruh pelosok sekolah. Kebetulan aku, Icha, Fitri dan Nurul sedang latihan basket.
“Tia, sudah buat tugas bahasa Inggris?” Tanya Icha, selesai latihan basket.
“sudah” jawabku.
“ku tidak paham penjelasan Bu Monika, ajarkan ya..” pinta Icha
“atur saja” kataku
Sepulang latihan Icha ke rumahku mengerjakan tugas bahasa Inggris. Padahal Icha selalu mendapat pujian dari Bu Monika karena tugas-tugas Bu Monika selalu ia kerjakan dengan sangat baik. Fitri dan Nurul sudah selesai mengerjakannya jadi mereka tidak ikut belajar bareng di rumahku. Selesai belajar, Icha cerita tentang pacarnya yang menggantung hubungan mereka. Di akhir cerita, Icha meminta pendapatku, apa yang haus ia lakukan, sempat terlintas dalam benaknya untuk putus saja.
“kalau memang menurutmu itu yang terbaik, kenapa tidak. Lagipula semenjak masalah ini muncul, konsentrasi belajarmu kacau. Banyak melamun di kelas, sampai-sampai tugas bahasa Inggris tidak bisa kamu kerjakan, padahal kamu lebih pintar bahasa Inggrisnya dibandingkan denganku”
Itulah yang membuat kami berempat menjadi akrab. Kami selalu berbagi masalah dan solusi. Saling mengisi baik di saat senang maupun sedih. Awalnya ku sangat tertutup, ku takut menceritakan apapun tentang diriku kepada orang lain karena alasan kepercayan kini mulai terbuka kepada mereka. Mereka bersedia menjadi pendengar saat ku butuh seseorang untuk bernagi, mereka juga siap saat ku minta pendapat tentang suatu masalah, kapanpun. Mereka adalah sahabat terbaikku, bagian dari puzzle hidupku. Tugasku adalah menjaga agar susunan puzzle itu tidak hilang.
*
13 Oktober
Setelah mid semester, berita mengejutkan datang dari Resti. Dia pacaran dengan Ka Wisnu, ketua paskibra. Padahal dia masih pacaran dengan Ka Yoga.
“kami setiap hari bertemu, kamu tahu, melakukan kontak, yang tanpa sadar kami saling menyukai. Padahal kami sudah punya pasangan masing-masing. Pacarnya Ka Wisnu juga lebih cantik daripada aku, tapi pacar Ka Wisnu sangat dingin, dan dia merasa nyaman bersamaku, kata Ka Wisnu. Dia bahkan akan memutuskan pacarnya, walaupun dia tahu ku sudah punya pacar” cerita Resti
Ku tidak bisa komentar apa-apa. Sangat membingungkan, Resti yang ku sangka telah menemukan jodohnya, malah selingkuh dengan ketua Paskibra. Memang rasa suka itu bisa datang kapan saja, tapi sungguh aku tidak habis pikir. Kukira hubungan Resti dengan Ka Yoga baik-baik saja.
Di samping itu, Fitri menyadarkanku akan sesuatu yang telah lama aku lupakan. Sejak sensasi pertama kali melihatnya, aku benar-benar lupa akan keberadaanya di kelas.
“Arman, manis ya…” kata Fitri, saat kami sedang kumpul di dalam kelas jam istirahat.
“kamu suka sama dia?” Tanya Nurul
“coba, perhatikan senyunya!” kata Fitri
“iya, ada lesung pipitnya!” kataku
“benarkan?! Ku tidak pernah salah menulai orang”
“kamu benar-benar suka sama dia? Jarang-jarang kamu memuji kaum Adam seperti itu!” desak Icha
Fitri hanya tersenyum. Saat itu kumenyadari keberadaan Arman di kelas dan rasa yang pada saat pertama kali kumelihatnya, muncul kembali. Ini sungguh membuatku bimbang antara perasaan ini dengan Fitri, sahabatku, mana yang harus kupilih?
*
5 Februari
Sejak kumenyadari keberadaan Arman, semakin sering kumemperhatikannya. Ditambah Fitri semakin sering membicarakannya, membuatku semakin bimbang. Walau begitu, sampai saat ini ku masih merahasiakan perasaanku. Sebagai orang pendiam tidak sulit menyembunyikan perasaanku dari orang lain, tapi masalahnya bagaimana ku bisa menyembunyikan perasaan ini dari diriku sendiri…
Hal ini berdampak pada pelajaranku. Ada beberapa pelajaran yang nilainya menurun dibanding pada saat mid semester. Tentu saja orang tuaku mempertanyakannya. Walau begitu mereka sama sekali tidak marah apalagi membentak, hal ini memebuatku semakin sedih karena ku tahu, ayahku bekerja mempertaruhkan nyawanya hanya untuk pendidikan anak-anaknya. Ku berjanji pada diriku sendiri demi kedua orang tua yang sangat aku sayangi, aku akan membuat mereka bangga.
Sementara itu, Fitri mulai memberanikan diri untuk mendekati Arman. Membicarakan tentang pelajaran sampai musik. Bahkan meraka juga saling pinjam kaset, mereka terlihat sangat akrab, bahkan teman-teman yang lain menyangka kalau mereka pacaran. Ingin rasanya menjadi Fitri, yang bisa selalu dekat dengan Arman. Hal ini semakin membuatku terpenjara dalam perasaan sendiri. Bagaimana pun juga hal ini tidak boleh mempengaruhi pelajaranku!
Sampai Fani memberitahu Arman, kalau Fitri suka terhadapnya. Yang kusendiri tidak tahu bagaimana Fani bisa mengetahuinya. Padahal setahuku hanya ada 3 orang yang dipercaya Fitri. Hal ini membuat Arman menjauhi Fitri. Kukira Arman juga menyukai Fitri karena mereka terlihat akrab sekali sebelumnya. Sejak saat itu, Fitri selalu berkata “ku hanya ‘suka’ sama dia, tidak lebih! Lagipula Tia juga suka sama dia
“eh… iya” kataku, terbata-bata.
Ku sangat mengerti apa yang Fitri rasakan, terlihat ada kecewa, marah, dan sedih. Aku yang diam-diam suka pada Arman, sedih melihat Fitri seperti ini.
*
6 Februari
“NURUL! Apa maksudnya kamu cerita ke Fani kalau aku suka sama Ade!” bentak Fitri
“sebenarnya, aku hanya ingin membantu, mendekatkanmu dengan Arman. Tidak ada niat lain! Aku minta maaf, benar-benar tidak menyangka bakal begini jadinya.” Kata Nurul, sambil memegang tangan Fitri.
Fitri melempar tangan Nurul, sambil membentak “KAU LIHAT BEGINI JADINYA!” Fitri pergi meninggalkan Aku, Icha, dan Nurul.
Aku mengejar Fitri sementara itu Icha menenangkan Nurul yang menangis.
“TRI!” ku panggil Fitri, yang tidak menoleh sedikit pun. Ku berlari mengejarnya, ketika ku sejajar dengannya, kumelihatnya menangis.
“Tri…” kataku.
“sebenarnya berada di dekatnya saja sudah cukup. Lebih baik dia tdak mengetahuinya tapi kami selalu dekat daripada dia mengetahuinya tapi kami malah menjauh” kata Fitri sambil terseu-sedu menahan isak tangis.
Kurangkul tubuhnya, kumerasakan getaran. Ku tahu tidak hanya tubuhnya saja yang bergetar tapi juga hatinya. Tanpa kusadari air mataku menetes membasahi pipiku.
*
28 Mei
Menjelang ujian semester semua murid disibukkan dengan tugas yang menumpuk. Banyak siswa yang mengadakan belajar kelompok, termasuk aku, Fitri dan Icha. Walau Fitri telah memaafkan Nurul, namun Nurul memilih menjauh dari kami. Nurul yang pendiam kini benar-benar sendiri tanpa kami yang bisa membuatnya banyak bicara. Aku akan berusaha mengajak Nurul kembali.
“aku sudah memaafkan Nurul. Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa” kata Fitri tersenyum sambil mengangkat bahunya.
Aku tahu yang dikatakannya benar dia sudah memaafkan Nurul, tapi melupakan yang telah terjadi tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh waktu hampir 2 bulan.
Arman meminjam kaset Simple Plan, Still Not Getting Any, padaku selama seminggu. Katanya buat menemani belajar. Dari mana dia tahu ku punya kaset Simple Plan? Setahuku hanya Fitri yang tahu karena dia yang mengantarkanku ke toko kaset.
Sementara itu Resti memutuskan untuk kembali kepada Ka Yoga, karena dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia masih sayang kepada Ka Yoga. Sedang Ka Wisnu memilih mempertahankan perasaannya walaupun Resti lebih memilih Ka yoga. Dari awal Ka Wisnu sudah tahu konsekuensinya pacaran dengan Resti.
***
Tia menutup buku hariannya sambil menghembuskan nafasnya. Angannya melayang mencari sosok Arman yang pindah sekolah karena orang tuanya harus pergi ke Medan, pindah tugas kesana. Tidak ada yang tahu alamatnya di
Kelembutan angin menyapaku
Awan tak berbintang
Menertawakanku
Rintik-rintik hujan
Membasahi pikiranku
Hingga
Rindu, Cinta, Keserakahan, dan rasa sayang
Bercampur
Hingga menjadi
Jiwa yang resah[*]
Thank's to my first love who gave me this inspiration n to someone who gave me the poetry^_^
BalasHapus